Rabu, 24 Agustus 2011

"Tadi jatoh kayaknya pertanda sial..."

بسم الله الرحمن الرحيم

Woi. Ane mengalami beberapa kesedihan. Banyak sih, tapi yang dibahas di sini ada tiga. Pertama, temen yang ane anggep temen terbaik pas SD baru saja mengalami kecelakaan. Tangan dan kakinya patah dan bahkan infonya ginjalnya sobek. Inna lillah wa inna ilaihi raji’un.

Selain itu, senior ane di organisasi juga sakit. Padahal Beliau kemaren-kemaren cerita ke ane tentang rasa sakitnya yang bikin dia selalu memuntahkan kembali hidangan yang di makan. Padahal dia juga puasa. Trus akhirnya hari kemaren gak ke sekre dan malem tadi dirawat di RS PKU Muhammadiyah Jogja.

Tolong doanya untuk mereka, juga saudara-saudara kita lainnya yang tengah tertimpa musibah di belahan dunia mana pun.

Udah gitu, kemaren sore ane juga sempet ketabrak pas ngendarain motor. Mana lagi bonceng temen. Kesalahan ane sih.

Nah, entah kenapa karena tiga hal ini tiba-tiba perasaan ane jadi gak enak. Langsung ada was-was, jangan-jangan pas ane jatoh, ada kerabat atau temen yang kenapa-napa. Allahumma nas alukal ‘afwa wal ‘afiyah.

Rasa was-was ane ini yang mau ane obrolin. Rasa yang kayaknya timbul karena pas kecil sering ngikut Ibu nonton sinetron. Di sinetron suka ada kan, ketika pemeran utama ngalamin kecelakaan, pada saat yang sama entah kenapa di scriptnya pasangan si pemeran utama juga ngalamin kecelakaan kecil kayak tangannya kena piso mas motong-motong lah, atau yang semisal. Itu bikin kita jadi suka ngehubung-hubungin antarkejadian yang padahal gak saling berhubungan. Atau mungkin bisa dibilang, suka nganggep kejadian itu sebagai pertanda sial.

Trus kenapa? Karena ternyata dalam Islam ini ada pembahasan sendiri. Inilah yang disebut dengan tathayyur atau thiyarah.

Bagi yang telah terjatuh dalam tathayyur atau thiyarah ini, ternyata dianjurkan membaca sebuah doa.

Apa itu tathayyur? Dan bagaimana doanya? Ternyata sudah banyak yang membahasnya, jadi ane copas plus ane sertakan sumbernya. Monggo...

Spoiler:

Berapa nomor rumah Anda? Hah, 13???

Eh, kamu kan masih perawan, nggak boleh duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh

Sebentar lagi akad nikah, kamu nggak boleh keramas dulu, nanti bisa turun hujan, kacau kan acaranya nanti..

Jangan duduk di bantal, sayang, nanti bisa bisulan

Jangan melangkahi padi, nanti bisa celaka kamu!

Jangan makan yang asam-asam setelah magrib, nanti ditinggal mati ibu lho..




Dulu, ketika saya tinggal di desa, saya mengira bahwa yang namanya tathayyur (yang lebih dikenal di Indonesia dengan nama pamali dan semisalnya) itu hanya dipercayai orang-orang pedesaan atau mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Namun, anggapan itu ternyata 1000 % salah. Sebab, banyak pula orang yang tinggal di perkotaan dan orang yang memiliki latar belakang akademis yang tinggi, percaya juga dengan yang seperti itu.

Di antaranya seorang artis terkenal di ibu kota (tak perlu saya sebutkan namanya).

“Kata orang tua, kalau cari cowok jangan yang beda 6 tahun..” tutur artis itu, “Sebenarnya nggak mau percaya. Tapi karena sudah dengar dari orang tua, jadi mau nggak mau terpengaruh juga. “

Lantas apa konsekuensi dari kepercayaannya itu? ia berkata, “Jadi mau seganteng apapun cowok itu, begitu tahu beda umurnya 6 tahun, aku langsung ilfil”

Ironis. Dengan statusnya sebagai publik figur yang pernah mengecap dunia akademis di suatu sekolah tinggi bertaraf internasional, bisa-bisanya ia percaya dengan yang seperti itu. Kemajuan teknologi di era internet dengan segenap inovasi yang begitu cepat dan memukau, ternyata tak cukup untuk menghapus keyakinan yang sama sekali tak bisa dicerna oleh akal sehat. Tathayyur memang masih menjadi konsumsi (sebagian) masyarakat.

Apa Itu Tathayyur?

Thiyarah/Tathayyur secara bahasa berasal dari kata طير (burung). Karena, orang Arab jahiliyyah dulu bisa pesimis dan optimis disebabkan burung. Ketika akan bepergian, mereka melepaskan burung dahulu. Kalau burung itu terbang arah kanan, mereka pun optimis dan jadi berangkat. Tapi kalau burung itu terbang ke arah kiri, mereka pun pesimis dan membatalkan kepergian, karena mereka yakin akan datang kesialan.

Adapun secara istilah, Tathayyur adalah sikap pesimis terhadap sesuatu yang didengar atau dilihat atau diketahui. Seperti keyakinan orang Arab dulu terhadap burung hantu. Jika mereka mendengar suara burung hantu, mereka yakin kalau itu pertanda akan ada orang yang akan mati. Dan juga keyakinan mereka bahwa bulan Shaffar adalah bulan sial. Begitu pula Syawwal. Tersebar di kalangan Arab dahulu bahwa wanita yang menikah di bulan syawal tidak akan bahagia dan tidak pula dicintai suaminya. Padahal ibunda kita, Aisyah رضي الله عنها Menikah dengan Nabi صلى الله عليه وسلم di bulan syawal dan dicampuri pula pada bulan itu pula, lantas bagaimana keadaannya setelah menikah? Ia berkata, “Siapakah di antara kalian yang lebih beruntung dariku?” (HR. Muslim: 1423)

Dan masih banyak lagi contoh thiyarah yang beredar di antara mereka.

Adapun di zaman sekarang? Tak terhingga sepanjang masa. Tinggal anda kumpulkan data-datanya lalu serahkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Kesyirikan), biar mereka yang mengusut semua itu lalu menangkap para tersangkanya.

Apa Hukum Thiyaroh?

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik
Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata, “Dan tiada seorangpun dari kita kecuali (merasakannya). hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya”. (HR Abu Daud: 3910)

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda; “
Siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, berarti ia telah berbuat syirik
” (HR Ahmad: 7045)

Dari dua hadits di atas Rasulullah صلى الله عليه وسلم menegaskan bahwa thiyaroh adalah syirik. Lantas syirik apakah itu? Syirik besar atau kecil?

Perlu dirinci:

1. Jika seseorang meyakini bahwa sesuatu yang ia anggap sial itu memang membawa kesialan dengan sendirinya, tanpa ada andil dari Allah عز وجل sedikitpun, otomatis terjerumuslah ia ke dalam syirik akbar. Lantas apa konsekuensinya jika ia terjatuh ke syirik akbar? Bisa lihat di sini.

2. Jika seseorang meyakini bahwa sesuatu yang ia anggap sial itu hanya sekedar sebab kesialan saja, sedangkan yang menentukan adalah Allah عز وجل, otomatis terjerumuslah ia ke dalam syirik ashghar (kecil)

Dan meskipun syirik ini dikategorikan kecil, bukan berarti konsekuensinya kecil. Sebab, dampak kerusakannya besar pula. Mau tahu apa itu dampak kerusakannya? Lihat ini.

Obat Dari Tathayyur

Siapa sih di antara kita yang tidak lepas dari tathayyur? Kita tentu pernah dalam suatu waktu, sedikit-banyak, merasa pesimis ketika menghadapi suatu masalah yang menerpa kita. Kalau sekedar sampai sini sih, ‘mending’. Tapi masalahnya, kadang setelah itu muncul di hati kita ‘tuduhan’ terhadap benda atau orang tertentu (yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan masalah kita menurut akal sehat) sebagai penyebabnya.

Kok hari ini sial sekali ya… Jangan-jangan gara-gara tadi nabrak kucing

Setelah dia deket ke aku, kok aku jadi sial terus ya..


Ibnu Mas’ud رضي الله عنه, seorang shahabat mulia yang ketakwaannya yang tidak diragukan saja pernah mendapati pada dirinya tathayyur, apalagi kita tentunya?

Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata, “Dan tidaklah seorangpun dari kita kecuali (merasakan tathayyur). “

Akan tetapi, bukan berarti ia menganjurkan kita untuk pasrah saja membiarkan tathayyur menguasai jiwa dan hati kita, melainkan, “Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya. ” Demikianlah Ibnu Mas’ud رضي الله عنه memberikan obat bagi penyakit itu, yaitu dengan tawakkal kepada Allah.

Selain itu, ada lagi obat yang telah disebutkan Nabi kita صلى الله عليه وسلم untuk mengobati tathayyur itu, yaitu apa yang beliau sabdakan, “Siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, berarti ia telah berbuat syirik”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa penebusnya?” Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: “Hendaklah berkata:

“اللهم لاخير إلا خيرك ولاطير إلا طيرك ولا إله غيرك ”

(Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan, kecuali dari-Mu, tiada yang berhak diibadahi selain-Mu) (HR Ahmad: 7045)
Ya, doalah dengan yang beliau sebutkan.

Kalau begitu, ketika Anda hendak bepergian di pagi hari dan baru saja keluar rumah, tiba-tiba Anda melihat orang cacat berlalu di depan Anda, jika timbul rasa waswas di hati, berdoalah dengan doa di atas. Lalu ketika Anda telah mengendarai kendaraan tiba-tiba kendaraan Anda menabrak kucing, jika terlintas di pikiran Anda akan terjadi apa-apa, acuhkanlah dan berdoalah dengan doa di atas. Lalu setelah Anda tiba di tujuan. Ternyata rumah yang anda tuju itu bernomor 13, lalu timbul kekhawatiran di hati, acuhkanlah dan berdoalah dengan doa di atas. Begitu pula dalam perkara lainnya

ولله الحمد….

Jakarta, 14 Sya’ban 1432/15 Juli 2011

anungumar.wordpress.com

(Sumber: "Kesialan" Ada di mana-mana)

Ohya. Tapi dulu Nabi kita صلى الله عليه وسلم pernah lo ketika berpergian lalu di depannya ada dua jalan, lalu disebutkan nama masing-masing jalan, Beliau صلى الله عليه وسلم memilih nama jalan yang artinya baik, bukan jalan lainnya yang namanya buruk. Apakah ini thiyarah juga?

Jawabanya? Monggo lagi...

Spoiler:

(...)Dari Anas -radhiallahu ‘anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ

“Tidak ada ‘adwa (keyakinan adanya penularan penyakit), tidak ada thiyarah. Dan yang menakjubkanku adalah al-fa’lu yang baik yaitu kalimat yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 5756 dan Muslim no. 2224)(...)

(...)Adapun contoh al-fa`lu misalnya seseorang mendapatkan sebuah masalah, lalu ketika dia berpikir akan jalan keluarnya, tiba-tiba temannya yang bernama Sahl datang, dan Sahl maknanya adalah kemudahan. Ketika Sahl datang, diapun berharap kepada Allah semoga masalahnya menjadi mudah, tapi harapannya ini muncul karena datangnya Sahl, temannya. Maka dari penggambaran di atas kita bisa melihat bahwa al-fa`lu yang disenangi oleh Rasulullah -alaihishshalatu wassalam-, tidak ada di dalamnya ketergantungan hati kepada selain Allah Ta’ala. Bahkan yang ada adalah hati bertambah semangat dan menguat untuk mewujudkan apa yang dia inginkan, tatkala dia mendengar atau melihat sesuatu yang menyenangkan. Jadi, thiyarah merupakan kesyirikan kepada Allah, sementara al-fa`lu adalah ibadah raja` (harapan) dan husnuzhzhan (berprasangka baik) kepada Allah Ta’ala.(...)

(Sumber: Tathayyur (Pamali) Adalah Syirik)

Masih bingung? Hm, silahkan cari sendiri aja deh.




Semoga bermanfaat!

Minggu, 21 Agustus 2011

curhat karena status temen tentang cinta

بسم الله الرحمن الرحيم


Langsung saja, saya ingin mengungkapkan sesuatu. Sesuatu itu tentang cinta.

Akhirnya…

Rasanya dulu ada yang menahan-nahan diri untuk membahas soal ini. Kalau pun lagi tidak ada rasa tertahan oleh diri dan banyak yang bersliweran di otak, posisi tidak di depan komputer atau laptop dan ketika tatap muka-monitor, hilanglah semua baik yang tadi berslieweran, juga mood untuk membahas.

Aneh ya…

Baik, masuk ke inti, ada tiga gambar yang ingin saya perlihatkan



Apa yang ada di pikiran Anda setelah membaca status-status dari dua teman saya yang tentu saja tidak jauh-jauh dari 'cinta'?

Well, saya tidak tahu dan saya rasa tidak berpengaruh pada saya kecuali Anda mau berbagi di kotak komentar.

Untuk saya sendiri, rasa yang timbul ketika menjadi dua orang teman saya yang memasang status tadi itulah yang mendorong saya menulis tentang cinta. Bukan indahnya, rasa rindunya, atau yang lain, kecuali rasa sakit.

Anda yakin tidak akan mengalami apa yang dialami kedua teman saya?

Sebelumnya, saya harap saya sudah cukup sopan menjaga privasi kedua teman saya dan tidak membuat keduanya tersinggung berhubung keduanya adalah teman yang berharga.

Kembali ke rasa sakit, saya sudah beberapa kali juga menemui kenyataan beberapa teman yang kiranya mengalami hal sejenis dalam cerita cinta mereka dan lebih kurang membuat mereka merasakan sakit yang sama.

Saya hanya merenung mengetahui keadaan mereka. Dan saya kira saya selalu sukses membuat diri saya sendiri cukup merasa sakit ketika membayangkan jika saya mengalami hal yang mereka alami. Oh, maaf, tentu rasa sakit yang saya dapatkan tidak seberapa dibanding mereka yang mengalami langsung.

Dalam keadaan saya yang sekarang dan dengan cara pandang saya, saya berusaha memikirkan cara agar selamat dari mengalami itu semua. Rasa sakit yang saya derita dari hanya membayangkan sudah cukup menyiksa saya, sungguh.

Tapi, setelah saya renungi, bagaimana pun solusi yang terpikirkan, selalu ada kemungkinan untuk mengalami hal serupa dan merasakan sakit yang sama. Siapa pun.

Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan proses berpikir saya. Tapi, begini saja: ketika saya merasa menemukan solusi, saya berusaha menempatkan diri dari sudut pandang lain demi mencari-cari celah sehingga solusi tadi masih mungkin menghadapi suatu kejadian yang membuat tetap saja rasa sakit dialami. Buruknya, saya selalu mendapatkan celah tersebut.

Ah, bertanya-tanyalah saya. Apakah ini karena pikiran saya saja. Tapi kalau ditimbang, kemungkinan-kemungkinan tadi tetap masuk akal untuk terjadi. Oh, ya, tentu dengan akal saya. Maaf.

Kalau Anda punya nasehat untuk saya, saya sangat berterima kasih Anda mau menyampaikannya.

Saya sendiri setelah agak putus asa dengan kesimpulan yang saya dapatkan, tetap saja selalu tertarik untuk dapat mengalami kisah cinta yang indah. Keindahan yang mungkin dibayangkan sering kali membuai saya. Tapi rasa sakit yang membayang pun sering hadir sehingga tak jarang terjadi kontroversi yang terjadi dalam diri dari kedua hal tadi.

Tak adakah jalan untuk mendapatkan kebahagiaan itu…?

Ternyata ada dan saya pikir saya sendiri sudah agak jauh untuk bisa mengikuti jalan itu.

Saya harap Anda tidak kemudian berpikir untuk menyepelekan jalan tersebut ketika saya sebut bahwa jalan tersebut adalah jalan yang sesuai dengan Islam.

Selain itu, bukan berarti dengan jalan yang sesuai Islam tidak akan ada celah untuk terjadinya hal-hal seperti di atas atau kita kebal dari rasa sakit yang menjadi dampak.

Lalu?

Paling tidak ada beberapa hal, yaitu, rasa sakit berkurang atau rasa sabar bertambah karena orientasi hubungan antara lawan jenis dalam Islam adalah beribadah, juga prinsip-prinsip tawakkal diajarkan dan ketika sudah berusaha menempuh jalan yang disediakan dengan mengharap ridha Allah, rasa sakit dan kesabaran terhitung sebagai kebaikan yang kelak mendapat balasan.

Saya berharap keimanan saya cukup kuat untuk itu.

Dan, seperti saya bilang, saya rasa sudah agak jauh dari jalan itu dan mencoba mendekat. Sembari mendekat, rasanya saya juga seperti menyerahkan diri untuk merasakan sakit tersebut, entah mengapa..

Yah, saya pikir saya sendiri masih terlalu dini untuk merasakan galau karena hal ini.