Kamis, 14 Maret 2013

Curhat: Kondisi

بسم الله الرحمن الرحيم


Assalamu'alaikum.

Wow, mau mulai tulisan berat juga ya. Kalau beberapa tulisan sebelumnya, itu hasil pikiran orang lain yang terus dibahasakan ulang. Nah, ini, mau nulis mulai sendiri agak susah. Padahal sekedar menuliskan sedikit tentang kondisi.

Kondisi apa? Well, tentu aja kondisi diri sendiri, yang punya blog ini.

Emang penting?

Ehm, beneran terbetik pertanyaan itu? Kalau begitu, udah, silahkan baca postingan lain atau situs lain atau mungkin putusin koneksinya aja, terserah.

Tenang, bukan ngambek kok. Tapi kalau memang berasa ngebuang waktu banget, ya lebih baik langsung berpaling ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Bener kan?

Jadi, gimana kondisinya?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, sebenarnya lebih tepat ditanyakan dahulu, kenapa kondisi? Maksudnya, kenapa memilih untuk menceritakan kondisi?

Sederhana saja. Karena kebanyakan yang dibagikan melalui akun-akun yang dikelola oleh blogger ini adalah kebaikan-kebaikan, keindahan-keindahan Islam dan simpanan-simpanan berharga. Dan biasanya orang-orang akan mengira-ngira bagaimana kondisi atau keadaan pengelola akun melalui apa yang tampak dari akun tersebut di dunia maya. Bahayanya, seringkali juga pengelola-pengelola akun di dunia maya ingin mendapatkan predikat baik dengan cara melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, pertama, pemilik blog ini dan pembaca sekalian harus meluruskan niat lagi dalam interaksi-interaksidi dunia maya, kedua, pemilik blog menghimbau agar para pembaca dan akun-akun di friendlist atau follower di media sosial mana pun untuk tidak berekspektasi berlebihan terhadap pemilik blog atau akun-akun lain yang dzhahirnya di dunia maya baik, tapi hakikatnya masih majhul (tidak diketahui). Apalagi kalau sampai poin ini masih terngiang di benaknya bahwa ternyata pemilik blog ini rendah hati sehingga menulis postingan ini, maka bacalah: Shut up! Ambil apa yang baik dan bermanfaat dan jangan dahului Allah dalam menilai seseorang, karena Dialah yang paling mengetahui kondisi setiap hamba-hamba-Nya.

Sungguh, kondisi diri ini jauh dari baik. Akan tetapi, jika sampai melepaskan diri dari sumber-sumber kebaikan, bagaimana ia tidak akan terjatuh pada kondisi yang lebih buruk?!

Apa yang dibagikan tidaklah seberapa dibandingkan dengan akun-akun lain padahal mungkin realitas kehidupan yang dihadapi oleh pengelola akun-akun tersebut lebih besar dan lebih berat. Semoga Allah memberkahi para pengelola akun-akun atau situs-situs tersebut.

Selalu terpikir, di mana posisi diri di antara kaum muslimin? Jauh! Kecil tak teranggap. Atau malah bisa jadi diciptakan diri ini sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman...

Diri ini harus tunduk dan berprasangka baik pada Dzat yang telah menciptakannya serta mewaspadai dirinya sendiri terutama saat dikuasai hawa nafsu. Bisa jadi Allah menginginkan baginya kebaikan dengan keteguhannya melewati kegelisahan dan kegoncangan akibat kelalaiannya sendiri, atau memang diri ini begitu hina sehingga dicampakkan. Semoga Allah melindunginya dari keadaan yang terakhir.

Sebagian Tanda Iman dalam Bencana

بسم الله الرحمن الرحيم

Iman seorang mukmin akan tampak saat ia sedang diuji. Ujian yang menimpa dirinya bisa berupa kesenangan dunia atau mungkin kesulitan dan kesusahan yang memberatkan. Karena pada hakikat keduanya berbeda, maka tentu iman pun akan tampak dengan cara yang berbeda pada masing-masing bentuk ujian.

Bagaimana iman memperlihatkan diri saat seorang mukmin ditimpa kesulitan, hal-hal yang membuatnya bersedih, atau bencana?

Di antara gambaran penampakan imannya adalah kesungguhan dirinya dalam berdoa. Dia terus-menerus berdoa bersama dengan ikhtiarnya, meski pun ia tak melihat satu pun pertanda pengabulan doanya. Harapan dan ambisinya pada jawaban Rabbnya terhadap doa-doanya tak tergoyahkan, walau keadaan terus menggodanya untuk berputus asa dengan hebatnya. Sebab ia tahu bahwa Allah 'Azza wa Jalla lebih mengetahui apa-apa yang lebih cocok baginya. Ia sadar, Allah sedang memerintahkannya untuk bersabar dan memperkuat iman. Dalam kondisi ini, sebagai seorang hamba, ia tahu diri bahwa memang seharusnya ia memasrahkan dirinya kepada Allah, serta banyak mengiba dan memohon.

Tidak seperti orang yang tergesa-gesa dalam mengharap pengabulan doanya, dan menggerutu bila tidak cepat-cepat direspon doanya. Bisa jadi ia akan merasa seakan diacuhkan. Dia menganggap dirinya memiliki hak atas pengabulan doa. Seolah-olah ia sedang meminta upah atas amal-amal shaleh yang telah ia kerjakan. Tidakkah hal ini menunjukkan lemahnya iman? Itukah kita...?

Siapa dia dibanding dengan Nabi Ya'qub 'Alaihissalam? Beliau diuji selama 80 tahun, namun tak patah harapan akan jalan keluar! Setelah kehilangan Nabi Yusuf 'Alaihissalam, kondisi diperparah dengan kehilangan Bunyamin. Akan tetapi beliau tegar dan tidak berubah. Bahkan beliau mengatakan, "Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku" (Yusuf[12]:83).

Kalam Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al-Quran, yang artinya:

"Apakah kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat" (Al-Baqarah[2]:214).

Betapa, yang diuji adalah seorang Rasul dan orang-orang beriman yang menyertainya. Tentu diketahui bersama kualitas iman seorang Rasul.

Betapa, dengan kualitas iman seperti itu dan kedudukannya, ia diuji dengan ujian yang hampir-hampir membuatnya hampir ditimpa keputusasaan.

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya, "Doa seseorang dari kalian akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa hingga mengatakan, 'Aku telah berdoa kepada Rabbku, namun tidak atau belum juga dikabulkan untukku'." (Hadits No. 4916 dalam Shahih Muslim)

Oleh karena itu, tahanlah diri dari mengeluh kala bencana dan jangan bosan karena telah banyak berdoa. Karena sudah sewajarnya seorang hamba itu diuji, dan baginya pahala yang besar dari sabar dan doa-doa yang dipanjatkan. Tak layak bagi kita berburuk sangka kepada Allah dengan berputus asa sekali pun bencana yang menimpa bagai tak ada habisnya.

Wallahu A'lam.
Disadur dari Shaidul Khathir karya Ibnu Al-Jauzi Rahimahullah.