Senin, 03 Desember 2012

Merenung Colongan tentang Tujuan Hidup.

بسم الله الرحمن الرحيم

Tujuan Hidup

Tujuan hidup? Simple! Kalau merenung sendiri insya Allah didapat: bahagia!

Ya, bahagia! Untuk apa lagi kita hidup kecuali untuk dapatkan kebahagiaan? Kalau nggak bahagia, gak mendingan mati aja?

Trus, apa itu bahagia?

Apa mesti senang terus, makan enak, harta melimpah, hidup mudah, aman tentram dan sehat sejahtera sentosa?

Well, kalo bisa, iya!

Tapi pada kenyataannya ternyata tidak harus begitu.

Orang-orang hebat mengalami penderitaan dalam hidupnya semisal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diboikot, dihina, dilempari, diperangi atau para sahabatnya radhiyallahu 'anhum yang disiksa, dicaci, ditimpa kesulitan, mengalami kelaparan juga Imam Ahmad yang dicambuki dan dipenjara. Dan mereka tetap hidup rela ikhlas menjalani itu semua.

Bisa juga kita lihat orang tua kita yang menikmati lelahnya bekerja membanting tulang untuk menafkahi anak-anaknya, menghadapi rasa kesal menghadapi tingkah mereka dan terus mendidik mereka.

Atau amati teman-teman kita yang rajin, ada yang tak bosan belajar, ada yang tak jera meniti usaha, tak lelah bergelut di organisasinya.

Tanyakan pada mereka semua mengapa mereka mau menjalani itu semua?

Lalu, apa kata Allah tentang tujuan hidupnya manusia? Mengapa manusia diciptakan dan diberi kehidupan? Mari kita renungi ayat ini

وَما خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."

Ibadah. Dalam penjelasan lain, beribadah kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya. Dengan berserah diri dan menyerahkan puncak tunduk, patuh dan cinta kepada-Nya.

Trus, kenapa gak dari tadi di awal disampaikan ayat ini? Kenapa harus bahas bahagia dulu?

Well, karena bahagia hakiki hanya bisa diraih dengan ibadah insya Allah. Kok bisa?

Di sana banyak yang lebih mengetahui dengan pengetahuan yang shahih dan lebih yakin serta dapat menjelaskan dengan lebih gamblang.

Tapi karena sudah sampai di sini, sebatas yang telah ditetapkan, mengapa tidak kita lanjutkan?

Di atas sudah diberi contoh orang-orang yang berusaha mencari bahagia dengan jalan mereka. Permasalahannya, misal, orang tua yang menafkahi keluarganya, terkadang melakukan berbagai macam cara hingga menerobos batas-batas. Atau yang membela negaranya akan tetapi diwarnai chauvinisme sehingga mereka menjajah negara lain dan berbuat seenaknya.

Sedangkan dalam Islam, menafkahi keluarga, berbuat baik pada orang tua, taat dan patuh kepada negara, segala macam kebaikan diajarkan dengan batasan-batasannya dan dengan niat yang ikhlas, berbagai hal tadi bisa bernilai ibadah, mendapatkan pahala!

Yap: diajarkan dengan batasan-batasannya. Bahagia adalah mengikuti fitrah dan meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya dan Islamlah jalan hidup yang ditunjukkan oleh Dzat yang menciptakan manusia dan segala sesuatu, yang paling tahu fitrah manusia dan penempatan semua makhluk.

Sesudah itu, balasan bagi mereka yang mencapai kebahagiaan hakiki di dunia ini adalah kebahagiaan yang lebih lagi di akhirat kelak. Kebahagiaan yang isinya adalah kesenangan tanpa kesusahan!

Lebih dari itu, kesenangan yang harganya jauh melebihi dari keletihan dan penderitaan dari yang paling sengsara sekali pun di dunianya!

“Pada hari kiamat akan didatangkan penduduk dunia yang paling nikmat kedudukannya di antara semua penghuni neraka, lalu dia dicelupkan sekali celupan ke dalam neraka. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan satupun? Apakah kamu pernah sekalipun merasakan kebaikan?” Dia menjawab, “Tidak pernah -demi Allah- wahai Rabb.” Dan didatangkan juga manusia yang paling sengsara hidupnya di dunia di antara semua penghuni surga, lalu dia dicelupkan sekali celupan ke dalam surga. Lalu dia ditanya, “Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan satupun? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sekecil apapun?” Dia menjawab, “Tidak pernah -demi Allah- wahai Rabb, tidak sekalipun saya pernah merasakan penderitaan dan tidak sekalipun saya pernah melihat kesusahan.” (HR. Muslim no. 2807)

Semoga kita semua bahagia. Jika ingin tahu apa tanda-tanda teraihnya bahagia ada baiknya dihadirkan sebuah cuplikan, Imam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi rahimahullah mengatakan:

“Semoga Allah menjadikan anda termasuk diantara orang yang apabila dia diberi dia bersyukur, apabila diuji, dia bersabar, dan apabila melakukan dosa, dia beristighfar. Karena tiga hal ini merupakan tanda kebahagiaan.” (Qowaidul Arba’)

Wallahu A'lam bish-shawab.

Jogjakarta, 19 Muharram 1434 H

13 komentar:

  1. yang jelas satu sob, keimanan kita itu harus berpangkat 0, karena bilangan yang berpangkat nol itu kan 1, yang melambangkan Allah Maha Esa !

    BalasHapus
  2. subhannalloh artikel yang menggerak hati..

    BalasHapus
  3. bagus banget.. aku suka (y)
    thankss

    BalasHapus
  4. setuju gan... niat ibadah itu harusnya seperti itu...
    tapi kebanyakan lain gan... beribadah hanya bila ada maunya...

    BalasHapus
  5. terkadang kita lupa untuk apa kita ada di dunia ini,,,, saya setuju dengan postinganya gan..
    makasih gan

    BalasHapus
  6. nice info gan...
    terima kasih udah mau share

    BalasHapus